Kamis, 16 November 2023

Jumat, 15 April 2022

Ikan Uceng Ternyata Bisa Dibudidayakan

Secara geografis, Kabupaten Purbalingga terletak pada 101° 11" BT–109°35" BT dan 7°10" LS–7°29 LS" terbentang pada altitude ± 40 – 1.500 meter di atas permukaan laut. Secara umum Purbalingga termasuk dalam iklim tropis dengan rata-rata curah hujan 3,739 mm – 4,789 mm per tahun. Purbalingga berada di cekungan yang diapit beberapa rangkaian pegunungan. Di sebelah utara merupakan rangkaian pegunungan (Gunung Slamet dan Dataran Tinggi Dieng). Bagian selatan merupakan Depresi Serayu, yang dialiri dua sungai besar Kali Serayu dan anak sungainya, Kali Pekacangan. Anak sungai lainnya yaitu seperti Kali Klawing, Kali Gintung, dan anak sungai lainnya.

Kondisi geografis tersebut merupakan faktor yang potensial bagi masyarakat Kabupaten Purbalingga untuk mengembangkan kegiatan perikanan, baik perikanan budidaya maupun perikanan tangkap di perairan umum.

Ikan uceng (Nemacheilus Fasciatus) tergolong kedalam famili Balitoridae dan Genus Nemacheilus. Ikan ini hidup di sungai yang airnya mengalir agak deras dengan dasar bebatuan sebagai tempat perlindungannya. Ikan Uceng merupakan salah satu jenis ikan yang tahan hidup pada kandungan oksigen rendah dan kekeruhan air yang tinggi. Ikan uceng memiliki ukuran yang cukup kecil, hanya sekitar 10-15 cm saja. Ikan ini memiliki warna tubuh yang cukup menarik, dengan warna dominan cokelat keabu-abuan dan memiliki beberapa garis-garis horizontal yang lebih terang pada bagian tubuhnya.

Ikan uceng memiliki habitat yang cukup spesifik, yaitu hanya dapat ditemukan di dasar sungai yang terdapat batu-batu besar atau bebatuan. Ikan ini tidak dapat ditemukan di daerah yang terlalu dangkal atau terlalu dalam.

Ikan uceng merupakan ikan omnivora, yang artinya ikan ini dapat memakan berbagai macam makanan, baik berupa serangga, karang, maupun tumbuh-tumbuhan. Ikan ini juga dapat memakan makanan yang terdapat di dasar sungai, seperti daun-daun yang telah layu atau sisa-sisa makanan yang terdapat di dasar sungai.

Ikan uceng seringnya berlindung di bebatuan, ikan ini cukup sulit untuk ditangkap. Biasanya masyarakat sekitar sungai menangkapnya dengan menggunakan jaring, pancing, dan celik (anyaman bambu mirip bubu tetapi ukurannya lebih kecil).

Ikan ini merupakan salah satu komoditas favorit yang menjadi sasaran tangkap di perairan umum Kabupaten Purbalingga. Ikan uceng ini banyak digemari masyarakat, karena rasanya yang nikmat, gurih, lezat dan kandungan nutrisi yang tinggi. Ikan uceng tidak hanya dijual dalam keadaan segar, namun hasil olahan ikan uceng dapat disajikan dalam bentuk Ikan Uceng  goreng yang cukup tahan  lama dan dapat dikemas dengan berbagai ukuran dan rasa, sehingga cukup menarik untuk dipasarkan. Tidak heran jika keberadaan Ikan Uceng ini menjadi favorit para nelayan karena peluang pasar yang menjanjikan. Harga jual Ikan Uceng segar mencapai Rp. 80.000 s/d Rp. 90.000 per Kilogram, sedangkan Ikan Uceng goreng mencapai Rp.400.000 - Rp.450.000 per Kilogram.

Seiring dengan semakin meningkatnya permintaan pasar dan persaingan bisnis Ikan Uceng inilah, maka harus dilakukan upaya pelestarian Ikan Uceng. Karena sumber utama Ikan Uceng tersebut masih sangat mengandalkan penangkapan dari alam. Terlebih saat ini produk Ikan Uceng goreng sudah dinyatakan sebagai  produk yang memiliki sertifikat ”Indikasi Geografis“ oleh Kementerian Hukum dan HAM, yang berarti Ikan Uceng goreng merupakan produk khas Kabupaten  yang diakui secara nasional.

Pengelolaan perairan umum sebagai salah satu upaya pemanfaatan sumberdaya  perikanan secara berkesinambungan perlu dilakukan secara bijaksana. Pada saat ini pemanfaatan sumber daya perikanan diperairan umum Kabupaten Purbalingga melalui kegiatan penangkapan cenderung mulai tidak terkendali, sehingga jumlah penangkapan tidak seimbang dengan pemulihan. Ikan Uceng adalah salah satu ikan endemik di Kabupaten  yang mulai terancam punah. Ketidak seimbangan lingkungan perairan umum sebagai habitat asli Ikan Uceng dari waktu ke waktu semakin tidak stabil akibat dari pencemaran perairan maupun faktor alam. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pemulihan kembali kelimpahan Ikan Uceng di perairan Kabupaten Purbalingga. Salah satunya adalah dengan cara Domestikasi Ikan Uceng.

Domestikasi Ikan Uceng

Domestikasi merupakan proses penjinakan suatu organisme yang berasal dari alam untuk dipelihara dan dibudidayakan dalam wadah terkontrol (Lorenzen et al., 2012). Domestikasi ini bertujuan untuk mengadaptasikan Ikan Uceng dari alam  kedalam kondisi budidaya yang sudah dibuat sedemikian rupa, sehingga dapat beradaptasi dengan wadah budidaya, pakan dan dapat hidup serta berkembang biak dengan baik.

Domestikasi bertujuan untuk menjaga kelestarian plasma nutfah Ikan Uceng melalui penangkapan dari alam yang kemudian  dibudidayakan agar menghasilkan keturunan untuk ditebarkan kembali di sungai yang merupakan habitatnya. Upaya Domestikasi Ikan Uceng telah dilaksanakan oleh Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten  sejak tahun 2015, melalui kegiatan tersebut diharapkan dapat mencapai hasil yang optimal, sehingga populasi Ikan Uceng bisa dikembangkan dan dilestarikan.

Secara ekonomi, kegiatan Domestikasi Ikan Uceng berpotensi meningkatkan  penghasilan bagi nelayan dan masyarakat perairan umum sekitarnya. Nelayan tidak perlu lagi menangkap Ikan Uceng dari luar daerah, karena meningkatnya produksi Ikan Uceng lokal. Selain itu dapat menjadi salah satu kegiatan yang mendukung keberhasilan pemenuhan gizi masyarakat. Oleh karena hal tersebut diharapkan tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian ikan di perairan umum, baik dari penebaran ikan invasif, illegal fishing maupun ketidak seimbangan ekosistem perairan.

Diharapkan kedepannya penebaran ikan diperairan umum dapat terus menggunakan benih ikan endemik  yang berasal dari benih hasil penangkaran karena secara alami sudah memiliki kesesuaian topografis dengan kondisi perairan di Kabupaten Purbalingga, sehingga tidak perlu aklimatisasi lagi. Selain itu keberadaan ikan-ikan ini tidak akan mengancam keberadaan maupun merusak kemurnian genetika ikan-ikan yang sudah ada di perairan umum Kabupaten Purbalingga. Kelemahan dari metode ini adalah perlunya ketekunan dari penangkar serta kerja sama dengan pencinta lingkungan (sungai) dalam penyediaan induk dan menjaga kelestarian ikan yang telah ditebar.

Proses Domestikasi Ikan Uceng

Langkah awal dari Domestikasi Ikan Uceng ini adalah dengan menyiapkan wadah budidaya yang diatur sedemikian rupa hingga menyerupai habitat aslinya. Ikan Uceng mempunyai kebiasaan untuk bersembunyi didalam pasir atau kerikil, hal ini merupakan sifat asli Ikan Uceng yang harus diperhatikan pada proses domestikasi. Penggunaan akuarium dengan dasar tidak diisi pasir, menyebabkan Ikan Uceng mengalami luka pada bagian perut, yang akhirnya akan menimbulkan kematian. Setelah wadah siap, dilanjutkan dengan penangkapan Ikan Uceng dengan melibatkan nelayan  penangkap  Ikan Uceng, alat yang digunakan adalah alat penangkapan ikan ramah lingkungan yang terbuat dari bambu yang bernama celik/bubu. Penggunaan alat tangkap khusus ini bertujuan untuk menghindarkan ikan stress dan mati. Apabila alat tangkap yang digunakan menggunakan icir seperti apabila ikan akan diolah, maka biasanya ikan akan mati dalam waktu yang tidak terlalu lama. Hasil tangkapan kemudian  dibawa ke lokasi domestikasi. Cara penangkapan ikan dengan celik dilakukan dengan memasang celik diperairanyang tidak terlalu dalam pada sore hari, pagi harinya  celik diambil dan hasil tangkapan ditampung di blong penampungan kemudian dipelihara dalam  akuarium  karantina yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

Selain manajemen pemberian pakan yang tepat, diperlukan pula manajemen kualitas air dan kesehatan ikan yang baik untuk keberhasilan kegiatan domestikasi. Lingkungan buatan yang sangat berbeda dengan kondisi perairan umum merupakan faktor yang sangat riskan yang dapat menyebabkan kondisi ikan mudah mengalami stress dan terserang penyakit. Oleh karena itu diperlukan semaksimal mungkin mengkondisikan kualitas air pemeliharaan tidak berbeda jauh dengan lingkungan aslinya. Kondisi lingkungan Ikan Uceng yang ideal berada pada suhu 25-27?C dengan pH 7, DO>5 ppm.

Pembenihan Ikan Uceng

Pembenihan Ikan Uceng diawali dengan proses seleksi calon induk (sexing) yang kemudian dilanjutkan dengan proses pematangan gonad. Sexing dilakukan pada bulan ke-7 yaitu untuk mengetahui jenis kelamin masing-masing ikan. Kemudian calon induk jantan dan  betina ditempatkan dalam wadah yang terpisah untuk dilakukan tahapan pematangan gonad.

Pemijahan Ikan Uceng awalnya dilakukan dengan metode Stripping. Telur dan sperma diurut untuk dikeluarkan dari tubuh induk Ikan Uceng dan ditempatkan dalam wadah bersih, dicampur dengan ditambah garam fisiologis dan diaduk. Namun metode ini mengalami kegagalan, telur tidak ada yang menetas.

Upaya lanjutan untuk memperbaiki kegagalan tersebut kemudian dilakukan pemijahan dengan metode Induce breeding (Kawin Suntik). Induk yang sudah matang gonad disuntik dengan hormon Ovaprim dengan dosis 0,025 mm per-ekor induk, untuk mempercepat proses pematangan gonad. Pemijahan dengan metode suntik ini berhasil menghasilkan larva sejumlah + 1.500 ekor/induk betina.

Agar metode pembenihan ini mudah untuk direplikasi masyarakat (baik dari segi biaya dan teknis), dan salah satu perwujudan dari  konsep budidaya aman pangan dan lingkungan, maka diuji coba metode lain dalam pembenihan, yaitu pemijahan alami tanpa bantuan hormon.

Pemijahan Ikan Uceng berlangsung selama 8-10 jam setelah dipasangkan dalam satu akuarium dan biasanya terjadi pada malam hari. Pemijahan Ikan Uceng berhasil ditandai dengan adanya busa–busa dipermukaan air dan tercium bau amis pada akuarium tersebut. Telur Ikan Uceng akan terlihat pada dasar akuarium. Telur Ikan Uceng bersifat tenggelam selalu berada pada dasar akuarium. Pada tahap ini ikan tidak usah diberi makan. Hal ini untuk mengurangi jumlah kotoran yang dikeluarkan sebagai sisa metabolisme. Pada proses mendekati hari pemijahan, dipastikan agar jumlah pakan yang diberikan cukup, untuk meningkatkan jumlah energi tersimpan yang digunakan ikan untuk bereproduksi.

Setelah pemijahan selesai, induk jantan dan betina dikembalikan pada akuarium asalnya untuk pemulihan kondisi (recovery). Sedangkan untuk larva Ikan Uceng dipelihara dan dibesarkan dengan metode pemeliharaan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Waktu pemeliharaan Ikan Uceng di bak fiber kurang lebih selama 2 bulan sampai mencapai ukuran benih yang siap di tebar di perairan umum.

Sumber : 
https://mediacenter.temanggungkab.go.id/ 

Selasa, 14 Maret 2017

Antara Bu Susi, Penyuluh Perikanan, dan Keberhasilan Program Prioritas KKP tahun 2017

Kontroversi Bu Susi
Bu Susi! Begitulah panggilan akrab yang dilekatkan pada Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Sejak pertama kali dilantik menjadi menteri, Bu Susi telah menjadi buah Bibir. Gayanya nyentrik, merokok, bertato pula. Bu susi, memang penuh kontroversi, beliau yang hanya lulusan SMP, dipercaya untuk memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan segudang tugas berat.
Cool: Gaya kontroversi ala Menteri Susi Pudjiastuti
Bu Susi, benar-benar diuji. Apakah beliau mempunyai kapasitas dalam menyelesaikan tumpukan problematika di kementerian yang dipimpinnnya? Utamanya, dalam menjaga kedaulatan maritim ditengah ekonomi global, serta dalam upaya memperbaiki taraf hidup nelayan tradisional, para pembudidaya ikan dan petani garam?

Sebelum menjadi pejabat negara, Susi Pudjiastuti dikenal sebagai seorang eksportir hasil laut, sekaligus sebagai pemilik Susi Air. Memulai usahanya dengan berjualan ikan di Pangandaran-Jawa Barat, bisnisnya berkembang menjadi perusahaan eksportir hasil laut. Untuk menunjang transportasi yang cepat agar produk hasil lautnya tetap segar, beliau mulai membuka bisnis charteran pesawat terbang dibawah manajemen PT ASI Pudjiastuti Aviation.

Dari usaha perikanannya, Bu Susi tentunya sering bersinggungan dengan nelayan, dari situlah beliau belajar dan menjadi paham bagaimana penderitaan yang dialami oleh nelayan kecil. Beliau juga mengenal seluk-beluk logistik ikan, mengekspor hasil laut, sampai pada akhirnya memiliki pesawat.

Di dunia bisnis, Bu Susi memang telah teruji. Lain dunia bisnis, lain pula dunia birokrasi. Mengurus sebuah kementerian sama halnya membangun sebuah birokrasi. Membuat tata nilai dan mengeksekusi suatu kebijakan. Dunia birokrasi seringkali dikonotasikan dengan pelayanan lamban, berbelit-belit, dan antiperubahan. Bertolak belakang dengan dunia bisnis yang menuntut kecepatan, tidak menyukai kompleksitas, dan cenderung cepat berubah.

Dengan pengalaman Bu Susi di dunia bisnis, kita akan membayangkan beliau, membawa lari kementerian kelautan dan perikanan dengan cukup kencang. Ritme kerja yang cepat, kebijakan yang progresif dan berani mengammbil resiko akan menjadi cirinya dalam memimpin kementerian.

Betul saja, tidak memutuhkan waktu lama bagi Bu Susi untuk menelurkan banyak kebijakan baru. Memberlakukan jam masuk kerja lebih awal, moratorium perijinan penangkapan ikan, pelarangan penggunakan alat tangkap pukat hela dan trawl, pelarangan penagkapan rajungan bertelur, hingga kebijakan penangkapan dan penenggelaman kapal penangkap ikan yang melakukan kegiatannya secara illegal.

Yang teranyar, Bu Susi bahkan dengan lantang meneriakkan bahwa usaha penangkapan ikan hanyak boleh dilakukan oleh kapal nelayan atau perusahaan Indonesia. Investor asing haram melakukan usaha penangkapan ikan dan hanya diperbolehkan untuk berinvestasi dibidang pengolahan ikan. Ancaman mundur dari jabatannya sebagai menteri bahkan mengemuka, jika ternyata masih ada kapal dan perusahaan asing yang melakukan penangkapan ikan di Indonesia.

Dengan alasan efisiensi, Bu Susi juga berhasil melakukan merger terhadap organisasi Kementerian yang dipimpinnya. Badan Riset dan Badan Pengembangan SDMKP yang sama-sama Eselon I, dilebur menjadi Badan Riset dan SDMKP. Beliau memang suka dengan sesuatu yang "seksi", ramping tapi efektif dan efisien.

Penyuluh Perikanan dan Kontroversi Pengalihan Kewenangan
Adalah penyuluh perikanan. Sebagai akibat diundangkannya UU No 23 Tahun 2014, kebijakan penyelenggaraan penyuluhan perikanan ditarik dan menjadi kewenangan pusat. Untuk melaksanakan amanah Undang-undang tersebut, pemerintah pusat secara bertahap mulai melakukan langkah-langkah guna menarik personil penyuluh perikanan yang ada di daerah.
Pembinaan dan pendampingan Penyuluh Perikanan di Kelompok pelaku utama yang merupakan entitas masyarakat ditingkat akar rumput
Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai penangungjawab penyelenggaraan penyuluhan nasional telah mengeluarkan langkah-langkah strategis. Dimulai dari terbitnya permen KP 62/ 2015 tentang percepatan pengalihan status penyelenggaraan penyuluhan perikanan.  Hingga puncaknya melakukan kegiatan validasi  dan verifikasi data P3D dengan mengundang daerah-daerah secara langsung.

Tetapi apa lacur, sampai batas waktu yang diamanatkan Oleh UU No 23 Tahun 2014 yaitu tanggal 1 Oktober 2016 pengalihan kewenangan penyelenggaraan penyuluhan perikanan sebagai urusan konkuren yang harus ditangani oleh pusat (KKP) masih belum bisa dilaksanakan.

Seperti sosok Bu Susi, proses pengalihan penyelenggaraan penyuluhan perikanan juga dipenuhi kontroversi. Berbagai masalah mengemuka, salah satu isu santer yang berkembang adalah bahwa anggaran untuk penyelenggaraan penyuluhan perikanan nasional masih "on top".

Gonjang-ganjing terus berlanjut hingga memasuki awal tahun 2017. Pengalihan penyelenggaraan penyuluhan perikanan berjalan lambat dan mengakibatkan ketidakpastian terhadap penyelenggaraan penyuluhan perikanan di masing-masing daerah.

Ketidakpastian tersebut antara lain terkait penempatan penyuluh perikanan setelah perombakan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) secara besar-besaran akibat adanya PP 18 Tahun 2016. SKPD yang menangani penyuluhan, tempat dimana penyuluh perikanan biasa bernaung telah dibubarkan. Dalam PP 18 Tahun 2016 dan aturan turunannya sama sekali sudah tidak mengatur keberadaan penyuluh perikanan di daerah.

Tidak diakomodirnya keberadaan penyuluh perikanan di daerah memang sudah sinkron dengan apa yang telah diatur dalam lampiran Y UU No 23 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa penyelenggaraan penyuluhan perikanan merupakan kewenangan pusat. Hal inilah yang kemudian menjadi buah simalakama bagi penyuluh perikanan. Di daerah telah dilepas, tetapi di pusat masih belum diterima.

Pentingnya Penyuluh Perikanan mensukseskan Program Prioritas KKP
Terlepas dari molornya penarikan kewenangan penyelenggaraan penyuluhan perikanan. Penyuluhan perikanan merupakan salah satu aspek strategis dalam rangka menjaga kedaulatan maritim bangsa Indonesia. Bangsa yang berdaulat adalah bangsa yang mampu menjaga kedaulatan maritimnya. Ditarik dari pemikiran tersebut, maka segala sumberdaya yang berkaitan dengan penegakan kedaulatan maritim harus dikelola dengan serius dan secara terpusat. Termasuk dalam hal ini adalah aparatur penyuluh perikanan.

Penyuluh perikanan merupakan aparatur pemerintah yang berada di garda terdepan, ujung tombak dan penguasa simpul-simpul masyarakat kelautan perikanan. Mereka tersebar merata hampir di seluruh daerah di Indonesia. Mereka berada dan menyatu dengan masyarakat di tingkat akar rumput. Mengenal kondisi dan potensi wilayah jelajahnya secara terperinci dan detail.

Oleh karena itu, penyuluh perikanan adalah aset pemerintah dalam melakukan eksekusi kebijakan di tingkat akar rumput. Penyuluh perikanan sebagai mata dan telinga pemerintah dalam mengawal program-progam kelautan dan perikanan. Keberadaannya dilapangan yang selalu berlandaskan pada kerangka berpikir "peningkatan kesejahteraan masyarakat pelaku utama kelautan perikanan" bisa menjadi pemecah kebuntuan pada area abu-abu yang selama ini menjadi momok bagi penyelenggaraan proyek-proyek pemerintah. Penyuluh dapat menjadi eksekutor sekaligus pengawas yang efektif.

Dalam rangka mensukseskan program prioritas KKP ditahun 2017, Menurut hemat kami, peran penyuluh perikanan akan menjadi faktor kunci yang menentukan baik buruknya dan sukses tidaknya program dan kinerja dari KKP pada umumnya. Jika dicermati, tujuan program prioritas KKP terlihat sangat sinkron dengan tujuan penyelenggaraan penyuluhan perikanan, yaitu dititikberatkan pada peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan.

Ditinjau dari efisiensi anggaran, karena pemerintah sekarang ini sedang mengalami defisit anggaran maka sesuai dengan arahan Bu Susi, belanja pemerintah harus sangat dicermati terutama dalam hal belanja program yang harus tetap pada sasaran. Dengan penguasaan wilayah kerja yang mumpuni, maka penyuluh perikanan adalah aparatur yang cocok untuk dapat memberikan masukan bagaimana sebuah program bisa tepat pada sasaran.

Terkait Ketergantungan KKP dengan Dinas Dinas di Daerah, lagi-lagi, jika kewenangan penyelenggaraan penyuluhan perikanan telah ditarik oleh KKP maka tentunya penyuluh perikanan akan menjadi pasukan yang bisa diandalkan dalam menjangkau dan megidentifikasi calon penerima bantuan dan memastikan bahwa bantuan tidak diberikan ke pihak yang salah.

Sudah jamak terjadi bahwa penerima bantuan ternyata tidak merata dan hanya diberikan kepada pihak yang sama berulang kali berdasarkan kedekatan penerima bantuan dengan oknum pejabat daerah. Dan jika hal ini masih terjadi, maka pemerataan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan yang ditargetkan oleh kementerian di tahun 2017 hanya akan menjadi jargon semata.

Penarikan kewenangan Tidak bisa Ditunda Lagi
Mencermati pentingnya penyuluh perikanan dalam mensukseskan program KKP, maka seyogyanya proses pengalihan kewenangan penyelenggaraan penyuluhan perikanan harus diselesaikan secepatnya. Mengingat sudah memasuki tahun 2017 dan sudah saatnya program-program pemerintah mulai dijalankan.

Agar program-program KKP dapat dilasanakan dan mencapai hasil yang masimal maka perlu adanya pendampingan dan pengawasan yang serius dan hal ini akan sangat efektif apabila dilakukan oleh penyuluh perikanan sebagai aparatur pegawai KKP dalam satu garis komando. Akhirnya, saya hanya bisa berkata: Apapun programnya penyuluh perikanan kuncinya!

Rabu, 30 November 2016

Demonstrasi Cara Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal

Jaring Lele, Nyerok Lele, Lele Sangkuriang, Foto Kegiatan

A.    Latar Belakang
Konsumsi makanan merupakan salah satu faktor yang secara langsung berpengaruh terhadap status gizi seseorang, keluarga dan masyarakat. Rendahnya konsumsi makanan atau kurang seimbangnya masukan zat-zat gizi dari makanan yang dikonsumsi mengakibatkan terlambatnya pertumbuhan, perkembangan, dan perbaikan jaringan tubuh, terjadinya penyakit dan atau lemahnya daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit serta menurunnya kemampuan kerja. Hal ini tentunya akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang.

Salah satu alternatif bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah ikan. Kandungan protein ikan tidak kalah dengan kandungan protein yang berasal dari daging hewan ternak atau telur. Selain itu ikan adalah sumber protein hewani yang harganya relatif lebih ekonomis dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya, seperti daging sapi dan ayam. Bahkan dengan harga ekonomis tersebut, kandungan proteinnya bahkan lebih tinggi juga lebih sehat, karena adanya kandungan lemak omega 3 yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh.

Namun seiring dengan konsumsi ikan yang semakin meningkat, pemenuhan kebutuhan ikan tidak dapat dipenuhi hanya dari hasil tangkapan. Apalagi jika wilayah itu bukan wilayah pesisir dan hanya memiliki perairan umum yang terbatas. Sehingga ikan hasil produksi budidaya sangat penting artinya.

Wilayah Kecamatan Rembang merupakan wilayah di dataran tinggi dengan topografi  berbukit dan sebaran pemukiman yang tidak merata (biasanya pemukiman terkonsentrasi pada areal yang rata atau memiliki persentase kemiringan yang kecil); memiliki rata-rata areal pekarangan yang sempit; memiliki perairan umum berupa beberapa sungai kecil; sumberdaya air yang relatif terbatas; cukup banyak penduduknya merupakan perantau; jauh dari laut; dan masih tergantung pada pasokan ikan dari luar kecamatan; sehingga cukup strategis jika dilakukan upaya pengenalan teknis budidaya yang cocok dilakukan di wilayah Kecamatan Rembang.
Teknis budidaya ikan yang dianggap cocok dilakukan di sini adalah budidaya ikan lele dengan kolam terpal. Masyarakat yang ada di wilayah Kecamatan Rembang yang rata-rata memiliki lahan pekarangan yang sempit masih bisa melakukan budidaya dengan cara ini, biayanya investasinya pun masih terjangkau, mudah dilakukan meskipun oleh ibu-ibu rumah tangga, dan peluang pasar yang selalu terbuka untuk komoditas ikan lele.

B.    Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan demonstrasi cara budidaya ikan lele di kolam terpal ini waktunya sedikit mundur dari rencana semula. Sebabnya adalah lokasi lahan percontohan yang sudah dibersihkan dan dipersiapkan, yang sebelumnya ada di sebelah selatan gedung kantor BPK Rembang harus di pindah ke lokasi lahan yang ada di sebelah utara. Hal ini karena berdasarkan rencana tata ruang kecamatan yang terbaru, lokasi lahan yang ada di sebelah selatan akan di bangun gedung pemadam kebakaran yang waktunya tidak terlalu lama lagi.

Persiapan
Pada akhirnya persiapan lahan dan pembuatan kolam yang semula harus sudah selesai tanggal 25 Maret 2016 terpaksa mundur hingga tanggal 11 April 2016. Pengisian dan persiapan air kolam juga mundur hingga tanggal 21 April 2016. Kolam terpal yang dibuat adalah kolam yang ada di atas tanah dengan kerangka kolam dari bahan bambu. Selain Praktis dan cepat dalam proses pembuatannya, juga dapat dipindahkan jika sewaktu-waktu lokasi kolam akan digunakan untuk keperluan lain.

Penebaran Benih
Setelah semua kegiatan persiapan selesai, penebaran benih lele dilakukan pada tanggal 21 April 2016. Adapun cara penebaran benih ikan lele ini sesuai teknis budidaya yaitu dengan melakukan aklimatisasi/penyesuaian terlebih dahulu agar benih lele ini tidak kaget dan stres karena adanya perubahan paramater lingkungan budidaya awal ke lingkungan baru. Perubahan parameter ini contohnya suhu.

Benih ikan lele yang di tebar adalah dengan ukuran 7-9 cm. Benih yang ditebar berjumlah 1500 ekor dan di beli dari pedagang benih ikan Desa Larangan Kecamatan Pengadegan. Hal ini karena pembenih Lele di Kecamatan Rembang sedang tidak berproduksi karena sebagian besar ganti komoditas ke jenis ikan lain.

Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan dimulai sejak dilakukan penebaran. Sebelumnya setelah dilakukan penebaran, benih ikan lele di puasakan/tidak diberi makan selama satu hari. Tujuannya adalah menghindari/menghilangkan stres lanjutan dari proses pengangkutan. Perlu diketahui bahwa selama pengangkutan, benih ikan lele kemungkinan akan mengalami stres, jika kondisi demikian maka benih tidak mau makan atau hasrat makannya akan menurun. Apabila di beri pakan, pakan tidak dimanfaatkan dan banyak yang tersisa dan hanya akan mencemari air kolam.

Frekuensi pemberian pakan sebanyak tiga kali yaitu pagi hari, siang hari dan sore/malam hari. Jumlah pakan yang diberikan adalah sebanyak kurang lebih 3-5% bobot ikan. Pemberian pakan secara ad libitum yaitu dengan memberikan pakan sedikit demi sedikit hingga ikan merasa kenyang dan tidak terlihat agresif memanfatkan pakan.

Perlakuan yang diberikan adalah dengan menambahkan probiotik dengan Merk EM4 Perikanan dan diberikan 2 hari sekali dengan dosis yang ditingkatkan 3x mengingat kondisi air kolam ikan lele yang pekat dan banyak sisa kotoran dan pakan di kolam terpal. Tujuan dari penggunaan probiotik ini adalah menjaga kualitas air kolam tetap baik, mengurangi bau, dan meningkatkan kecernakan pakan, serta menjaga ikan tetap sehat. Selama pemeliharaan hingga tanggal 15 Juli 2016 ini telah menghabiskan pakan sebanyak kurang lebih 150 Kg.

Pemanenan
Rencana ikan lele ini di panen dengan target ukuran ikan lele pada saat panen, minimal 100 gr/ekor dan target waktu pemeliharaan selama 2 bulan 10 hari. Oleh karena itu perkiraan panen jatuh pada akhir Bulan Juni tanggal 30 dan masih dalam Bulan Puasa/Ramadhan menjelang Lebaran. Namun karena satu dan lain hal, rencana panen saat bulan puasa tidak bisa terlaksana. Hingga pada hari ini, tanggal 15 Juli 2016, dengan umur pemeliharaan selama 2 bulan 24 hari, baru terlaksana panen tahap I dengan total panen sebanyak 75 Kg. Adapun rata-rata ikan lele yang dipanen berukuran 125 gr/ekor atau satu kilo berisi 8 ekor ikan lele.

Lele Konsumsi, Pecel Lele


Pasca Panen
Pemasaran hasil produksi ikan lele hasil kegiatan demonstrasi cara yang dilakukan BPK Rembang dijual pada pada pegawai di lingkungan kantor Kecamatan Rembang dengan harga dibawah harga eceran namun itu di atas harga panen dari pembudidaya. Beberapa pertimbangan adalah; 1). ikan lele hanya di hargai sesuai standar harga panen jika di jual ke pedagang pengepul; 2). ikan lele tidak bisa dijual sesuai harga pasar karena memang tidak ada yang bersedia mengecerkan secara langsung ke konsumen; 3). harga jual yang lebih rendah dari harga pasar adalah sebagai salah satu cara untuk menarik semakin banyak konsumen untuk mengkonsumsi ikan dan terlebih lagi untuk ikut terjun melakukan budidaya.

Sebagai informasi, untuk saat ini harga eceran adalah Rp 20.000 – 22.000 per kg dan harga panen dari pembudidaya adalah berkisar Rp 13.000 – 15.000 per kg. Sedangkan BPK Rembang menjual hasil panen ikan lele dengan harga Rp 17.000 per kilogram.

Memasak Lele, Menggoreng Lele

Ternyata banyak ibu-ibu yang setelah mengikuti kegiatan apel pagi di Kantor Camat, tertarik membeli dan bahkan ada yang bersedia berlangganan. Mereka membeli satu, dua, atau tiga kilo untuk konsumsi sendiri. Sebagian lagi, ikan lele yang memiliki ukuran di atas 143 gr/ekor atau satu kilo isi 7, di beli warung makan yang ternyata bersedia membeli 20 kg/ hari..

Tentu pembeli senang karena mereka mendapatkan lele yang terjamin kesehatan dan kebersihannya dengan harga yang lebih murah.

Budidaya Lele

C.    Kesimpulan
Kegiatan demonstrasi cara Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal ini mempunyai arti strategis bagi penyuluh di BPK Rembang khususnya dan perkembangan perikanan di Kecamatan Rembang pada umumnya. Karena dengan kegiatan ini penyuluh itu kemudian tahu, mengerti, dan mampu melaksanakan secara mandiri, sehingga ketika mereka berhadapan dengan masyarakat yang ada di wilayah binaan mereka dapat menjelaskan secara rinci teknis budidaya ikan lele di kolam terpal, meskipun mereka adalah bukan penyuluh perikanan. Bagi masyarakat tentu ini menjadi ilmu baru bagi mereka, bahwa jika budidaya lele di kolam terpal dan dengan pelaksanaannya sesuai dengan teknis budidaya dan anjuran penyuluh, usaha budidaya akan berhasil dan menguntungkan.


Makli W. Mushodiq


Senin, 29 Agustus 2016

Dimanakah Rumah Penyuluh Perikanan Paska Berlakunya UU No 23 Tahun 2014?

Sebagai akibat dari diberlakukannya UU No 23 Tahun 2014, urusan penyelenggaraan penyuluhan perikanan menjadi kewenangan pusat. Oleh karena itu, secara bertahap dilakukanlah proses penarikan penyuluh daerah penjadi pegawai pusat (red: KKP). BKN sebagai badan yang bertanggung jawab terhadap ketenagaan PNS mengeluarkan Perka BKN No 7 Tahun 2016 yang pada intinya harus dilakukan pengalihan personel penyuluh PNS daerah menjadi penyuluh Pusat selambat-lambatnya per 1 Oktober 2016.
Penyuluh perikanan pusat
Ilustrasi: Magang Penyuluh Perikanan Oleh Bakorluh Jawa Tengah 

Secara logika, penarikan penyuluh perikanan dari daerah ke pusat berakibat pada status PNS tersebut menjadi pegawai KKP per 1 Oktober 2016 dan hal ini tidak bisa terbantahkan. Sampai tahap ini, pengalihan personel dapat berjalan dengan lancar, akan tetapi, ada sedikit alot pada proses pengalihan sarana dan prasarananya. Banyak daerah yang masih enggan menyerahkan sarana prasarana penyuluhan dengan berbagai alasan.

Tahap berikutnya, yaitu berkaitan dengan pembuatan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria yang mengatur penyelenggaraan penyuluhan nasional dan dituangkan dalam bentuk Peraturan Menteri Kelautan Perikanan. Saat pertama kali muncul, draft NSPK tersebut banyak menumbulkan polemik terutama berkaitan dengan penempatan penyuluh perikanan, dalam draft permen KP yang beredar tersebut menjelaskan bahwa Satminkal penyuluh perikanan berada di Dinas Provinsi dan Kabupaten/ Kota yang menangani urusan kelautan perikanan.

Polemik mengenai dimana sebaiknya keberadaan penyuluh perikanan paska beredarnya draft NSPK banyak menjadi pembicaraan di kalangan penyuluh perikanan di daerah, terutama di grup Media Sosial Facebook dan WhatsApp. Di beberapa daerah, diataranya Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi, Bali, dan Sumatera polemik ini menjadi diskusi yang seru, saling lempar pendapat dan adu argumen. Bahkan tidak sedikit yang menjurus pada ketegangan.

Jika disimpulkan, polemik mengerucut pada dua pendapat, yaitu pendapat pertama yang setuju penyuluh perikanan ditempatkan di dinas provinsi dan kabupaten/kota yang menangani urusan perikanan dan kelautan dan pendapat kedua, yang tidak setuju penyuluh perikanan berada di dinas melainkan harus berada langsung pada di Unit Pelaksana Teknis BPSDMKP yang merupakan kepanjangan tangan langsung dari KKP.

Mereka yang setuju penyuluh ditempatkan di dinas berdalih agar koordinasi dengan dinas dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga kerja penyuluh perikanan dapat berjalan dengan baik pula. Bagi yang tidak setuju penyuluh ditempatkan di dinas rata-rata mereka berpendapat berdasarkan pendekatan perundang-undangan yang berlaku. Menurut pendapat kedua ini, penyuluh harus ditempatkan di UPT yang secara vertikal berada langsung di bawah KKP sebagai representasi pemerintah pusat sejalan dengan amanat UU no 23 tahun 2014.

Fakta dilapangan, bahwa polemik tersebut telah menimbulkan kebingungan pada sebagian besar penyuluh perikanan didaerah, maka IPKANI, sebagai organisasi profesi dan merupakan wadah serta representasi dari penyuluh perikanan seluruh indonesia melihat bahwa polemik tersebut harus segera diselesaikan. Oleh karena itu, diinisiasi oleh DPD Ipkani Jawa Barat, 20 orang perwakilan dari DPD IPKANI seluruh Indonesia melakukan Audiensi dengan PUSLUHDAYA KP

Audiensi antara IPKANI dan Kapusluh bertujuan memberikan masukan mengenai draft NSPK tentang sistem penyelenggaraan penyuluhan perikanan, yang diantaranya adalah berkaitan dengan penempatan penyuluh perikanan. Kapusluh menyatakan bahwa masukan dari IPKANI akan menjadi salah satu bahan dalam penyusunan NSPK. Dalam Tanggapannya terkait penempatan penyuluh, Kapusluh berpendapat akan mengoptimalkan UPT BPSDMKP yang ada dengan meminta kepada Kepala BPSDMKP untuk membuat surat kepada UPT-UPT agar membantu Pusluhdaya dalam penyelenggaraan penyuluhan.

Hasil audiensi telah memberikan sedikit gambaran berkaitan dengan penempatan penyuluh. Poin penting yang didapatkan adalah bahwa Kapusluh memberikan sinyal bahwa penyuluh akan lebih tepat jika ditempatkan pada UPT BPSDMKP selaku kepanjangan tangan dari KKP yang merupakan representasi dari pemerintah pusat sesuai dengan semangat UU No 23 Tahun 2014.

Hal ini sejalan dengan pendapat yang bersumber dari Kemendagri yang mengatakan bahwa berdasarkan lampiran Y UU No 23 Tahun 2014, kKP menarik urusan penyuluhan perikanan mejadi wewenang pusat, maka semua penyelenggaraan, kegiatan, SDM, pendanaan, dan lain-lain menjadi urusan pusat dan tidak terkait sama sekali dengan perangkat daerah (Dinas Propinsi dan Kabupaten/ Kota-red). Oleh karenanya, tidak tepat jika penyuluh ditempatkan di Dinas Propinsi dan Kabupaten/ Kota. Lebih tepat jika penyuluh ditempatkan di UPT KKP lalu dengan azas dekonsentrasi KKP dapat membentuk UPT di Provinsi atau Kabupaten/ Kota.

Dari berbagai argumen diatas, menurut hemat kami, polemik mengenai dimana sebaiknya penempatan penyuluh paska berlakunya UU No 23 Tahun 2014 sudah terjawab. Idealnya, penyuluh perikanan yang telah ditarik menjadi pegawai pusat harus berada pada satu rumah, satu garis komando, dan satu aturan. Tentu, berdasarkan argumen yang ada, rumah yang paling pas untuk penyuluh perikanan adalah pada UPT KKP. Terlepas, apakah UPT Penyuluhan KKP telah ada atau belum, karena hal tersebut merupakan amanat Undang-undang, maka harus dilaksanakan.

Kamis, 07 Juli 2016

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1437 Hijriyah

Lebaran

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1437 Hijriyah
Taqabbalallahu minna wa minkum wa ja'alana minal'aidin wal faizin
Semoga Alloh menerima (puasa) kita dan menjadikankita kembali (dalam keadaan suci) dan termasuk orang-orang yang mendapatkan kemenangan.

Aamiin..

Senin, 04 Juli 2016

Pemberian Santunan IPKANI Purbalingga Ke Panti Asuhan Mandhanisiwi Kabupaten Purbalingga


bansos, baksos, bantuan
Sebagai sebuah organisasi yang belum lama terbentuk, IPKANI Purbalingga belum memiliki program dengan agenda kegiatan definitif yang terjadwal setiap tahun. Kecuali Rapat Kerja (Raker) IPKANI yang dilakukan setiap empat bulan sekali, kegiatan-kegiatan saat ini yang sudah dilaksanakan adalah hasil keputusan yang di ambil dalam Raker. Dan itu biasanya adalah kegiatan yang waktu pelaksanaannya adalah jangka pendek.

Seperti kegiatan yang baru-baru ini dilaksanakan, yaitu memberikan santunan kepada Panti Asuhan yang ada di Kabupaten Purbalingga. Adalah kegiatan yang merupakan program kerja bidang sosial hasil keputusan Rapat Kerja IPKANI pada bulan April 2016 dan telah dilaksanakan pada tanggal 28 Juni 2016 dan bertepatan dengan Bulan Ramadhan tanggal 24 tahun 1937 Hijriyah.

Bentuk santunan yang telah diberikan adalah berupa beras sebanyak satu kwintal. Dana yang dipakai untuk kegiatan ini adalah dari sebagian kas IPKANI dan sumbangan dari para Penyuluh Perikanan Kabupaten Purbalingga. Sedangkan yang ikut serta dalam penyerahan santunan adalah perwakilan IPKANI Purbalingga.

Menurut Ketua IPKANI Purbalingga, Win Pulasmono, kegiatan ini adalah salah satu bentuk kepedulian kita kepada mereka yang kurang beruntung. Apalagi moment-nya bertepatan dengan Bulan Ramadhan, sehingga dengan keikhlasan dan ketulusan, nantinya dapat diperoleh pahala yang berlipat.

ipkani purbalingga

Panti asuhan yang sudah di bantu adalah Panti Asuhan Mandhanisiwi yang terletak di Kelurahan Penambongan Kecamatan Purbalingga Kabupaten Purbalingga. Sebuah panti asuhan yang sudah lama berdiri yaitu sejak tahun 1960 dan telah banyak membantu anak-anak warga panti untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Bahkan almamater panti asuhan tersebut sebagian telah menjadi Pegawai Negeri, Tentara, Ustadz, dan Pengusaha. Dan saat ini sebagian dari mereka ada yang seringkali datang berkunjung dan memberikan bantuan kepada Panti Asuhan sebagai bentuk terimakasih mereka.

Yang menjadi warga Panti Asuhan Mandhanisiwi adalah anak-anak yatim piatu, anak terlantar, anak-anak dari keluarga tidak mampu, yang berada di sekitar Kabupaten Purbalingga. Untuk saat ini ada 15 anak laki-laki dan 35 anak perempuan. Mereka di sediakan asrama, dibekali pengetahuan agama, ketrampilan berkebun, bahkan diberikan pengetahuan tentang teknologi informasi. 

Target dari panti asuhan ini adalah menyantuni mereka dan memberikan bekal pengetahuan serta bekal pendidikan hingga setara SMA. Adapun harapannya adalah menyuport mereka hingga perguruan tinggi. Menurut Bapak Suparna yang merupakan Pimpinan Panti Asuhan, beberapa tahun kebelakang bahkan beberapa anak telah mendapatkan beasiswa, baik itu dari Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta. Pada tahun ini ada anak yang sudah dinyatakan dinyatakan di terima di Universitas BINUS dan UMY.

Semoga mereka menjadi orang yang sukses ya.

Makli - Penyuluh Perikanan Kabupaten Purbalingga


Kamis, 26 Mei 2016

Perkuat Pasokan Pakan Ikan, KKP Bangun Pabrik Mini di Banjarbaru


Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP hari ini meresmikan pengoperasian pabrik pakan ikan mandiri berskala mini di Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Mandiangin, Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Pabrik pakan ikan mini ini dibangun lantaran selama ini masyarakat kesulitan mendapatkan pakan ikan.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto menuturkan, selama ini salah satu masalah untuk budidaya ikan air tawar adalah pakan. Pasalnya, pakan membutuhkan biaya yang paling tinggi atau sekitar 70% sampai 80% dari biaya budidaya ikan.

"‎Bisa 70%-80% (cost) dari pakan. Kalau di daerah yang lebih dalam lagi, bukan karena harganya saja. Tapi ketersediaan pakan juga jadi tantangan. Sangat langka sekali," katanya di BPBAT Mandiangin, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Rabu (25/5/2016).

Dia menilai, keberadaan pabrik pakan ikan mandiri ini menjadi sangat strategis di tengah kondisi masyarakat yang kesulitan mendapatkan pakan ikan. Pabrik ini sendiri memiliki kapasitas sekitar 200 kilogram (kg) per hari.

"‎Makanya kita bangun disini, sebagai tempat percontohan, pelatihan, sekaligus disini memproduksi dan didistribusikan kepada masyarakat," imbuh dia.

Sementara itu Koordinator Laboratorium Pakan BPBAT Mandiangin Ahmad Rifai menyebutkan, bahan baku yang digunakan untuk produksi pakan ikan ini antara lain, teping ikan, dedak, gandum (polard), bungkil kelapa sawit, vitamin, dan mineral. "‎Kita juga menggunakan bio aktivator untuk membantu pencernaan pakan. Sebelum memasukkan bahan itu, kita formulasi dulu untuk menentukan berapa jumlah protein yang kita inginkan," tuturnya.

Pakan ikan yang diproduksi di pabrik‎ seluas 400 meter persegi (m2) ini dibagi menjadi dua, yaitu pakan tenggelam dengan kapasitas produksi sekitar 1 ton per hari dan pakan apung sekitar 400 kg. "Pakan ikan yang diproduksi disini bisa untuk ikan lele, patin, dan pakan induk ikan nila," tandasnya.

sindonews.com

Menteri Susi : Kejahatan Perikanan Harus Dijadikan Kejahatan Transnasional Terorganisir


Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan pentingnya menjadikan kejahatan perikanan masuk ke dalam daftar kejahatan transnasional terorganisir.
“Mengapa kejahatan perikanan harus masuk kejahatan transnasional terorganisir? Ini sangat penting, karena akan memudahkan untuk mengejar dan menghukum para pelakunya,” ungkap Susi saat bertemu dengan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Diaspora Indonesia di kantor KBRI Wina, Minggu (22/5).
Sebelum berbicara di sidang Commission on Crime Prevention and Criminal Justice – CCPCJ dan menjadi keynote speaker di High Level Side Event (HLSE), Menteri Susi menyempatkan diri bertemu dengan para WNI dan Diaspora Indonesia. Menteri Susi bercerita mengenai illegal fishing dan kejahatan transnasinal terorganisir.
Menteri Susi juga menjelaskan tujuan kedatangannya di Wina, yakni untuk mendorong agar kejahatan perikanan dapat dimasukkan ke dalam kejahatan transnasional tergorganisir. Menteri Susi mengatakan, selama ini, pelaku kejahatan perikanan hanya dijerat dengan aturan hukum masing-masing negara dan hukuman yang dijatuhkan selama ini pun sangat rendah.
“Mengapa kejahatan perikanan harus masuk kejahatan transnasional terorganisir? Ini sangat penting, karena akan memudahkan untuk mengejar dan menghukum para pelakunya,” kata Susi.
Selama ini, pelaku kejahatan perikanan hanya dijerat dengan aturan hukum masing-masing negara dan hukuman yang dijatuhkan selama ini pun sangat rendah. Dalam merealisasikan upaya ini, Indonesia perlu menggalang kerjasama dengan negara-negara lain. (MD)