Senin, 29 Agustus 2016

Dimanakah Rumah Penyuluh Perikanan Paska Berlakunya UU No 23 Tahun 2014?

Sebagai akibat dari diberlakukannya UU No 23 Tahun 2014, urusan penyelenggaraan penyuluhan perikanan menjadi kewenangan pusat. Oleh karena itu, secara bertahap dilakukanlah proses penarikan penyuluh daerah penjadi pegawai pusat (red: KKP). BKN sebagai badan yang bertanggung jawab terhadap ketenagaan PNS mengeluarkan Perka BKN No 7 Tahun 2016 yang pada intinya harus dilakukan pengalihan personel penyuluh PNS daerah menjadi penyuluh Pusat selambat-lambatnya per 1 Oktober 2016.
Penyuluh perikanan pusat
Ilustrasi: Magang Penyuluh Perikanan Oleh Bakorluh Jawa Tengah 

Secara logika, penarikan penyuluh perikanan dari daerah ke pusat berakibat pada status PNS tersebut menjadi pegawai KKP per 1 Oktober 2016 dan hal ini tidak bisa terbantahkan. Sampai tahap ini, pengalihan personel dapat berjalan dengan lancar, akan tetapi, ada sedikit alot pada proses pengalihan sarana dan prasarananya. Banyak daerah yang masih enggan menyerahkan sarana prasarana penyuluhan dengan berbagai alasan.

Tahap berikutnya, yaitu berkaitan dengan pembuatan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria yang mengatur penyelenggaraan penyuluhan nasional dan dituangkan dalam bentuk Peraturan Menteri Kelautan Perikanan. Saat pertama kali muncul, draft NSPK tersebut banyak menumbulkan polemik terutama berkaitan dengan penempatan penyuluh perikanan, dalam draft permen KP yang beredar tersebut menjelaskan bahwa Satminkal penyuluh perikanan berada di Dinas Provinsi dan Kabupaten/ Kota yang menangani urusan kelautan perikanan.

Polemik mengenai dimana sebaiknya keberadaan penyuluh perikanan paska beredarnya draft NSPK banyak menjadi pembicaraan di kalangan penyuluh perikanan di daerah, terutama di grup Media Sosial Facebook dan WhatsApp. Di beberapa daerah, diataranya Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi, Bali, dan Sumatera polemik ini menjadi diskusi yang seru, saling lempar pendapat dan adu argumen. Bahkan tidak sedikit yang menjurus pada ketegangan.

Jika disimpulkan, polemik mengerucut pada dua pendapat, yaitu pendapat pertama yang setuju penyuluh perikanan ditempatkan di dinas provinsi dan kabupaten/kota yang menangani urusan perikanan dan kelautan dan pendapat kedua, yang tidak setuju penyuluh perikanan berada di dinas melainkan harus berada langsung pada di Unit Pelaksana Teknis BPSDMKP yang merupakan kepanjangan tangan langsung dari KKP.

Mereka yang setuju penyuluh ditempatkan di dinas berdalih agar koordinasi dengan dinas dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga kerja penyuluh perikanan dapat berjalan dengan baik pula. Bagi yang tidak setuju penyuluh ditempatkan di dinas rata-rata mereka berpendapat berdasarkan pendekatan perundang-undangan yang berlaku. Menurut pendapat kedua ini, penyuluh harus ditempatkan di UPT yang secara vertikal berada langsung di bawah KKP sebagai representasi pemerintah pusat sejalan dengan amanat UU no 23 tahun 2014.

Fakta dilapangan, bahwa polemik tersebut telah menimbulkan kebingungan pada sebagian besar penyuluh perikanan didaerah, maka IPKANI, sebagai organisasi profesi dan merupakan wadah serta representasi dari penyuluh perikanan seluruh indonesia melihat bahwa polemik tersebut harus segera diselesaikan. Oleh karena itu, diinisiasi oleh DPD Ipkani Jawa Barat, 20 orang perwakilan dari DPD IPKANI seluruh Indonesia melakukan Audiensi dengan PUSLUHDAYA KP

Audiensi antara IPKANI dan Kapusluh bertujuan memberikan masukan mengenai draft NSPK tentang sistem penyelenggaraan penyuluhan perikanan, yang diantaranya adalah berkaitan dengan penempatan penyuluh perikanan. Kapusluh menyatakan bahwa masukan dari IPKANI akan menjadi salah satu bahan dalam penyusunan NSPK. Dalam Tanggapannya terkait penempatan penyuluh, Kapusluh berpendapat akan mengoptimalkan UPT BPSDMKP yang ada dengan meminta kepada Kepala BPSDMKP untuk membuat surat kepada UPT-UPT agar membantu Pusluhdaya dalam penyelenggaraan penyuluhan.

Hasil audiensi telah memberikan sedikit gambaran berkaitan dengan penempatan penyuluh. Poin penting yang didapatkan adalah bahwa Kapusluh memberikan sinyal bahwa penyuluh akan lebih tepat jika ditempatkan pada UPT BPSDMKP selaku kepanjangan tangan dari KKP yang merupakan representasi dari pemerintah pusat sesuai dengan semangat UU No 23 Tahun 2014.

Hal ini sejalan dengan pendapat yang bersumber dari Kemendagri yang mengatakan bahwa berdasarkan lampiran Y UU No 23 Tahun 2014, kKP menarik urusan penyuluhan perikanan mejadi wewenang pusat, maka semua penyelenggaraan, kegiatan, SDM, pendanaan, dan lain-lain menjadi urusan pusat dan tidak terkait sama sekali dengan perangkat daerah (Dinas Propinsi dan Kabupaten/ Kota-red). Oleh karenanya, tidak tepat jika penyuluh ditempatkan di Dinas Propinsi dan Kabupaten/ Kota. Lebih tepat jika penyuluh ditempatkan di UPT KKP lalu dengan azas dekonsentrasi KKP dapat membentuk UPT di Provinsi atau Kabupaten/ Kota.

Dari berbagai argumen diatas, menurut hemat kami, polemik mengenai dimana sebaiknya penempatan penyuluh paska berlakunya UU No 23 Tahun 2014 sudah terjawab. Idealnya, penyuluh perikanan yang telah ditarik menjadi pegawai pusat harus berada pada satu rumah, satu garis komando, dan satu aturan. Tentu, berdasarkan argumen yang ada, rumah yang paling pas untuk penyuluh perikanan adalah pada UPT KKP. Terlepas, apakah UPT Penyuluhan KKP telah ada atau belum, karena hal tersebut merupakan amanat Undang-undang, maka harus dilaksanakan.
Previous Post
Next Post

0 komentar: