Jumat, 15 April 2022

Ikan Uceng Ternyata Bisa Dibudidayakan

Secara geografis, Kabupaten Purbalingga terletak pada 101° 11" BT–109°35" BT dan 7°10" LS–7°29 LS" terbentang pada altitude ± 40 – 1.500 meter di atas permukaan laut. Secara umum Purbalingga termasuk dalam iklim tropis dengan rata-rata curah hujan 3,739 mm – 4,789 mm per tahun. Purbalingga berada di cekungan yang diapit beberapa rangkaian pegunungan. Di sebelah utara merupakan rangkaian pegunungan (Gunung Slamet dan Dataran Tinggi Dieng). Bagian selatan merupakan Depresi Serayu, yang dialiri dua sungai besar Kali Serayu dan anak sungainya, Kali Pekacangan. Anak sungai lainnya yaitu seperti Kali Klawing, Kali Gintung, dan anak sungai lainnya.

Kondisi geografis tersebut merupakan faktor yang potensial bagi masyarakat Kabupaten Purbalingga untuk mengembangkan kegiatan perikanan, baik perikanan budidaya maupun perikanan tangkap di perairan umum.

Ikan uceng (Nemacheilus Fasciatus) tergolong kedalam famili Balitoridae dan Genus Nemacheilus. Ikan ini hidup di sungai yang airnya mengalir agak deras dengan dasar bebatuan sebagai tempat perlindungannya. Ikan Uceng merupakan salah satu jenis ikan yang tahan hidup pada kandungan oksigen rendah dan kekeruhan air yang tinggi. Ikan uceng memiliki ukuran yang cukup kecil, hanya sekitar 10-15 cm saja. Ikan ini memiliki warna tubuh yang cukup menarik, dengan warna dominan cokelat keabu-abuan dan memiliki beberapa garis-garis horizontal yang lebih terang pada bagian tubuhnya.

Ikan uceng memiliki habitat yang cukup spesifik, yaitu hanya dapat ditemukan di dasar sungai yang terdapat batu-batu besar atau bebatuan. Ikan ini tidak dapat ditemukan di daerah yang terlalu dangkal atau terlalu dalam.

Ikan uceng merupakan ikan omnivora, yang artinya ikan ini dapat memakan berbagai macam makanan, baik berupa serangga, karang, maupun tumbuh-tumbuhan. Ikan ini juga dapat memakan makanan yang terdapat di dasar sungai, seperti daun-daun yang telah layu atau sisa-sisa makanan yang terdapat di dasar sungai.

Ikan uceng seringnya berlindung di bebatuan, ikan ini cukup sulit untuk ditangkap. Biasanya masyarakat sekitar sungai menangkapnya dengan menggunakan jaring, pancing, dan celik (anyaman bambu mirip bubu tetapi ukurannya lebih kecil).

Ikan ini merupakan salah satu komoditas favorit yang menjadi sasaran tangkap di perairan umum Kabupaten Purbalingga. Ikan uceng ini banyak digemari masyarakat, karena rasanya yang nikmat, gurih, lezat dan kandungan nutrisi yang tinggi. Ikan uceng tidak hanya dijual dalam keadaan segar, namun hasil olahan ikan uceng dapat disajikan dalam bentuk Ikan Uceng  goreng yang cukup tahan  lama dan dapat dikemas dengan berbagai ukuran dan rasa, sehingga cukup menarik untuk dipasarkan. Tidak heran jika keberadaan Ikan Uceng ini menjadi favorit para nelayan karena peluang pasar yang menjanjikan. Harga jual Ikan Uceng segar mencapai Rp. 80.000 s/d Rp. 90.000 per Kilogram, sedangkan Ikan Uceng goreng mencapai Rp.400.000 - Rp.450.000 per Kilogram.

Seiring dengan semakin meningkatnya permintaan pasar dan persaingan bisnis Ikan Uceng inilah, maka harus dilakukan upaya pelestarian Ikan Uceng. Karena sumber utama Ikan Uceng tersebut masih sangat mengandalkan penangkapan dari alam. Terlebih saat ini produk Ikan Uceng goreng sudah dinyatakan sebagai  produk yang memiliki sertifikat ”Indikasi Geografis“ oleh Kementerian Hukum dan HAM, yang berarti Ikan Uceng goreng merupakan produk khas Kabupaten  yang diakui secara nasional.

Pengelolaan perairan umum sebagai salah satu upaya pemanfaatan sumberdaya  perikanan secara berkesinambungan perlu dilakukan secara bijaksana. Pada saat ini pemanfaatan sumber daya perikanan diperairan umum Kabupaten Purbalingga melalui kegiatan penangkapan cenderung mulai tidak terkendali, sehingga jumlah penangkapan tidak seimbang dengan pemulihan. Ikan Uceng adalah salah satu ikan endemik di Kabupaten  yang mulai terancam punah. Ketidak seimbangan lingkungan perairan umum sebagai habitat asli Ikan Uceng dari waktu ke waktu semakin tidak stabil akibat dari pencemaran perairan maupun faktor alam. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pemulihan kembali kelimpahan Ikan Uceng di perairan Kabupaten Purbalingga. Salah satunya adalah dengan cara Domestikasi Ikan Uceng.

Domestikasi Ikan Uceng

Domestikasi merupakan proses penjinakan suatu organisme yang berasal dari alam untuk dipelihara dan dibudidayakan dalam wadah terkontrol (Lorenzen et al., 2012). Domestikasi ini bertujuan untuk mengadaptasikan Ikan Uceng dari alam  kedalam kondisi budidaya yang sudah dibuat sedemikian rupa, sehingga dapat beradaptasi dengan wadah budidaya, pakan dan dapat hidup serta berkembang biak dengan baik.

Domestikasi bertujuan untuk menjaga kelestarian plasma nutfah Ikan Uceng melalui penangkapan dari alam yang kemudian  dibudidayakan agar menghasilkan keturunan untuk ditebarkan kembali di sungai yang merupakan habitatnya. Upaya Domestikasi Ikan Uceng telah dilaksanakan oleh Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten  sejak tahun 2015, melalui kegiatan tersebut diharapkan dapat mencapai hasil yang optimal, sehingga populasi Ikan Uceng bisa dikembangkan dan dilestarikan.

Secara ekonomi, kegiatan Domestikasi Ikan Uceng berpotensi meningkatkan  penghasilan bagi nelayan dan masyarakat perairan umum sekitarnya. Nelayan tidak perlu lagi menangkap Ikan Uceng dari luar daerah, karena meningkatnya produksi Ikan Uceng lokal. Selain itu dapat menjadi salah satu kegiatan yang mendukung keberhasilan pemenuhan gizi masyarakat. Oleh karena hal tersebut diharapkan tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian ikan di perairan umum, baik dari penebaran ikan invasif, illegal fishing maupun ketidak seimbangan ekosistem perairan.

Diharapkan kedepannya penebaran ikan diperairan umum dapat terus menggunakan benih ikan endemik  yang berasal dari benih hasil penangkaran karena secara alami sudah memiliki kesesuaian topografis dengan kondisi perairan di Kabupaten Purbalingga, sehingga tidak perlu aklimatisasi lagi. Selain itu keberadaan ikan-ikan ini tidak akan mengancam keberadaan maupun merusak kemurnian genetika ikan-ikan yang sudah ada di perairan umum Kabupaten Purbalingga. Kelemahan dari metode ini adalah perlunya ketekunan dari penangkar serta kerja sama dengan pencinta lingkungan (sungai) dalam penyediaan induk dan menjaga kelestarian ikan yang telah ditebar.

Proses Domestikasi Ikan Uceng

Langkah awal dari Domestikasi Ikan Uceng ini adalah dengan menyiapkan wadah budidaya yang diatur sedemikian rupa hingga menyerupai habitat aslinya. Ikan Uceng mempunyai kebiasaan untuk bersembunyi didalam pasir atau kerikil, hal ini merupakan sifat asli Ikan Uceng yang harus diperhatikan pada proses domestikasi. Penggunaan akuarium dengan dasar tidak diisi pasir, menyebabkan Ikan Uceng mengalami luka pada bagian perut, yang akhirnya akan menimbulkan kematian. Setelah wadah siap, dilanjutkan dengan penangkapan Ikan Uceng dengan melibatkan nelayan  penangkap  Ikan Uceng, alat yang digunakan adalah alat penangkapan ikan ramah lingkungan yang terbuat dari bambu yang bernama celik/bubu. Penggunaan alat tangkap khusus ini bertujuan untuk menghindarkan ikan stress dan mati. Apabila alat tangkap yang digunakan menggunakan icir seperti apabila ikan akan diolah, maka biasanya ikan akan mati dalam waktu yang tidak terlalu lama. Hasil tangkapan kemudian  dibawa ke lokasi domestikasi. Cara penangkapan ikan dengan celik dilakukan dengan memasang celik diperairanyang tidak terlalu dalam pada sore hari, pagi harinya  celik diambil dan hasil tangkapan ditampung di blong penampungan kemudian dipelihara dalam  akuarium  karantina yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

Selain manajemen pemberian pakan yang tepat, diperlukan pula manajemen kualitas air dan kesehatan ikan yang baik untuk keberhasilan kegiatan domestikasi. Lingkungan buatan yang sangat berbeda dengan kondisi perairan umum merupakan faktor yang sangat riskan yang dapat menyebabkan kondisi ikan mudah mengalami stress dan terserang penyakit. Oleh karena itu diperlukan semaksimal mungkin mengkondisikan kualitas air pemeliharaan tidak berbeda jauh dengan lingkungan aslinya. Kondisi lingkungan Ikan Uceng yang ideal berada pada suhu 25-27?C dengan pH 7, DO>5 ppm.

Pembenihan Ikan Uceng

Pembenihan Ikan Uceng diawali dengan proses seleksi calon induk (sexing) yang kemudian dilanjutkan dengan proses pematangan gonad. Sexing dilakukan pada bulan ke-7 yaitu untuk mengetahui jenis kelamin masing-masing ikan. Kemudian calon induk jantan dan  betina ditempatkan dalam wadah yang terpisah untuk dilakukan tahapan pematangan gonad.

Pemijahan Ikan Uceng awalnya dilakukan dengan metode Stripping. Telur dan sperma diurut untuk dikeluarkan dari tubuh induk Ikan Uceng dan ditempatkan dalam wadah bersih, dicampur dengan ditambah garam fisiologis dan diaduk. Namun metode ini mengalami kegagalan, telur tidak ada yang menetas.

Upaya lanjutan untuk memperbaiki kegagalan tersebut kemudian dilakukan pemijahan dengan metode Induce breeding (Kawin Suntik). Induk yang sudah matang gonad disuntik dengan hormon Ovaprim dengan dosis 0,025 mm per-ekor induk, untuk mempercepat proses pematangan gonad. Pemijahan dengan metode suntik ini berhasil menghasilkan larva sejumlah + 1.500 ekor/induk betina.

Agar metode pembenihan ini mudah untuk direplikasi masyarakat (baik dari segi biaya dan teknis), dan salah satu perwujudan dari  konsep budidaya aman pangan dan lingkungan, maka diuji coba metode lain dalam pembenihan, yaitu pemijahan alami tanpa bantuan hormon.

Pemijahan Ikan Uceng berlangsung selama 8-10 jam setelah dipasangkan dalam satu akuarium dan biasanya terjadi pada malam hari. Pemijahan Ikan Uceng berhasil ditandai dengan adanya busa–busa dipermukaan air dan tercium bau amis pada akuarium tersebut. Telur Ikan Uceng akan terlihat pada dasar akuarium. Telur Ikan Uceng bersifat tenggelam selalu berada pada dasar akuarium. Pada tahap ini ikan tidak usah diberi makan. Hal ini untuk mengurangi jumlah kotoran yang dikeluarkan sebagai sisa metabolisme. Pada proses mendekati hari pemijahan, dipastikan agar jumlah pakan yang diberikan cukup, untuk meningkatkan jumlah energi tersimpan yang digunakan ikan untuk bereproduksi.

Setelah pemijahan selesai, induk jantan dan betina dikembalikan pada akuarium asalnya untuk pemulihan kondisi (recovery). Sedangkan untuk larva Ikan Uceng dipelihara dan dibesarkan dengan metode pemeliharaan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Waktu pemeliharaan Ikan Uceng di bak fiber kurang lebih selama 2 bulan sampai mencapai ukuran benih yang siap di tebar di perairan umum.

Sumber : 
https://mediacenter.temanggungkab.go.id/ 

Senin, 29 Agustus 2016

Dimanakah Rumah Penyuluh Perikanan Paska Berlakunya UU No 23 Tahun 2014?

Sebagai akibat dari diberlakukannya UU No 23 Tahun 2014, urusan penyelenggaraan penyuluhan perikanan menjadi kewenangan pusat. Oleh karena itu, secara bertahap dilakukanlah proses penarikan penyuluh daerah penjadi pegawai pusat (red: KKP). BKN sebagai badan yang bertanggung jawab terhadap ketenagaan PNS mengeluarkan Perka BKN No 7 Tahun 2016 yang pada intinya harus dilakukan pengalihan personel penyuluh PNS daerah menjadi penyuluh Pusat selambat-lambatnya per 1 Oktober 2016.
Penyuluh perikanan pusat
Ilustrasi: Magang Penyuluh Perikanan Oleh Bakorluh Jawa Tengah 

Secara logika, penarikan penyuluh perikanan dari daerah ke pusat berakibat pada status PNS tersebut menjadi pegawai KKP per 1 Oktober 2016 dan hal ini tidak bisa terbantahkan. Sampai tahap ini, pengalihan personel dapat berjalan dengan lancar, akan tetapi, ada sedikit alot pada proses pengalihan sarana dan prasarananya. Banyak daerah yang masih enggan menyerahkan sarana prasarana penyuluhan dengan berbagai alasan.

Tahap berikutnya, yaitu berkaitan dengan pembuatan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria yang mengatur penyelenggaraan penyuluhan nasional dan dituangkan dalam bentuk Peraturan Menteri Kelautan Perikanan. Saat pertama kali muncul, draft NSPK tersebut banyak menumbulkan polemik terutama berkaitan dengan penempatan penyuluh perikanan, dalam draft permen KP yang beredar tersebut menjelaskan bahwa Satminkal penyuluh perikanan berada di Dinas Provinsi dan Kabupaten/ Kota yang menangani urusan kelautan perikanan.

Polemik mengenai dimana sebaiknya keberadaan penyuluh perikanan paska beredarnya draft NSPK banyak menjadi pembicaraan di kalangan penyuluh perikanan di daerah, terutama di grup Media Sosial Facebook dan WhatsApp. Di beberapa daerah, diataranya Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi, Bali, dan Sumatera polemik ini menjadi diskusi yang seru, saling lempar pendapat dan adu argumen. Bahkan tidak sedikit yang menjurus pada ketegangan.

Jika disimpulkan, polemik mengerucut pada dua pendapat, yaitu pendapat pertama yang setuju penyuluh perikanan ditempatkan di dinas provinsi dan kabupaten/kota yang menangani urusan perikanan dan kelautan dan pendapat kedua, yang tidak setuju penyuluh perikanan berada di dinas melainkan harus berada langsung pada di Unit Pelaksana Teknis BPSDMKP yang merupakan kepanjangan tangan langsung dari KKP.

Mereka yang setuju penyuluh ditempatkan di dinas berdalih agar koordinasi dengan dinas dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga kerja penyuluh perikanan dapat berjalan dengan baik pula. Bagi yang tidak setuju penyuluh ditempatkan di dinas rata-rata mereka berpendapat berdasarkan pendekatan perundang-undangan yang berlaku. Menurut pendapat kedua ini, penyuluh harus ditempatkan di UPT yang secara vertikal berada langsung di bawah KKP sebagai representasi pemerintah pusat sejalan dengan amanat UU no 23 tahun 2014.

Fakta dilapangan, bahwa polemik tersebut telah menimbulkan kebingungan pada sebagian besar penyuluh perikanan didaerah, maka IPKANI, sebagai organisasi profesi dan merupakan wadah serta representasi dari penyuluh perikanan seluruh indonesia melihat bahwa polemik tersebut harus segera diselesaikan. Oleh karena itu, diinisiasi oleh DPD Ipkani Jawa Barat, 20 orang perwakilan dari DPD IPKANI seluruh Indonesia melakukan Audiensi dengan PUSLUHDAYA KP

Audiensi antara IPKANI dan Kapusluh bertujuan memberikan masukan mengenai draft NSPK tentang sistem penyelenggaraan penyuluhan perikanan, yang diantaranya adalah berkaitan dengan penempatan penyuluh perikanan. Kapusluh menyatakan bahwa masukan dari IPKANI akan menjadi salah satu bahan dalam penyusunan NSPK. Dalam Tanggapannya terkait penempatan penyuluh, Kapusluh berpendapat akan mengoptimalkan UPT BPSDMKP yang ada dengan meminta kepada Kepala BPSDMKP untuk membuat surat kepada UPT-UPT agar membantu Pusluhdaya dalam penyelenggaraan penyuluhan.

Hasil audiensi telah memberikan sedikit gambaran berkaitan dengan penempatan penyuluh. Poin penting yang didapatkan adalah bahwa Kapusluh memberikan sinyal bahwa penyuluh akan lebih tepat jika ditempatkan pada UPT BPSDMKP selaku kepanjangan tangan dari KKP yang merupakan representasi dari pemerintah pusat sesuai dengan semangat UU No 23 Tahun 2014.

Hal ini sejalan dengan pendapat yang bersumber dari Kemendagri yang mengatakan bahwa berdasarkan lampiran Y UU No 23 Tahun 2014, kKP menarik urusan penyuluhan perikanan mejadi wewenang pusat, maka semua penyelenggaraan, kegiatan, SDM, pendanaan, dan lain-lain menjadi urusan pusat dan tidak terkait sama sekali dengan perangkat daerah (Dinas Propinsi dan Kabupaten/ Kota-red). Oleh karenanya, tidak tepat jika penyuluh ditempatkan di Dinas Propinsi dan Kabupaten/ Kota. Lebih tepat jika penyuluh ditempatkan di UPT KKP lalu dengan azas dekonsentrasi KKP dapat membentuk UPT di Provinsi atau Kabupaten/ Kota.

Dari berbagai argumen diatas, menurut hemat kami, polemik mengenai dimana sebaiknya penempatan penyuluh paska berlakunya UU No 23 Tahun 2014 sudah terjawab. Idealnya, penyuluh perikanan yang telah ditarik menjadi pegawai pusat harus berada pada satu rumah, satu garis komando, dan satu aturan. Tentu, berdasarkan argumen yang ada, rumah yang paling pas untuk penyuluh perikanan adalah pada UPT KKP. Terlepas, apakah UPT Penyuluhan KKP telah ada atau belum, karena hal tersebut merupakan amanat Undang-undang, maka harus dilaksanakan.